Kamis, 24 Juli 2008

Sa'i Dan Politik Internasional SA

Sa'i Dan Politik Internasional SA

 

Tahun ini Masjidil Haram mengalami pemugaran yang benar-benar sangat besar (megaproyek). Sekitar masjid terkena gusur. Bekas hotel yang sudah diratakan dengan tanah, akan segera dibangun hotel dan apartemen milik raja. Dan, insya Allah, juga ada sedikit perluasan Masjidil Haram.

 

Tidak ketinggalan, lintasan pesa'in pun terkena gusur. Jalur lintasan yang lama dijadikan satu jalur. Sementara, di sebelahnya, lintasan pesa'in yang baru sudah digunakan. Yang mana lebar lintasan relatif lebih kecil. Bahkan, sebagian dari bukit yang sangat menumental (Shafa dan Marwa) juga terkena gusur. Bulan April 2008 sebagian bukit itu sudah terlubangi, yang dipersiapkan sebagai tempat ditanamkan tiang pancang; wa-llahu a'lam. Sehingga bukit Shaffa dan Marwa pun harus bergeser posisi.

 

Isu yang berkembang, areal Masjidil Haram sudah tidak lagi mampu menampung jama'ah. Yang alfaqir tanyakan, benarkah areal Masjidil Haram sudah tidak mampu menampung jama'ah lagi?

 

Perlu diketahui, selama ini pesa'in sudah di buat tiga lantai. Dan, insya Allah masih mencukupi. Sekalipun pada musim haji. Kecuali, jika memang ada kebijakan lain dari pemerintah SA (Saudi Arabia) yang berusaha meningkatkan jumlah jama'ah haji di tahun-tahun mendatang. Terbukti di tahun 2008 pemerintah SA melakukan kebijakan obral visa umrah. Sehingga jama'ah umrah jumlahnya tambah dan terus bertambah.

 

Jangan berpikir, ibadah umrah di Masjidil Haram relatif sepi jama'ah. Tidaklah demikian keadaannya. Utamanya jika musim liburan sekolah. Atau, waktu weekend di Hari Jum'at. Maka, Masjidil Haram penuh sesak jama'ah yang menunaikan ibadah umrah.

 

Ramainya orang pergi umrah. Buat pemerintah SA adalah devisa negara yang sangat besar. Dan, hal itu sangat menguntungkan neraca keuangan negara SA. Seperti diketahui, pemerintah SA sepuluh tahun terakhir, khususnya pasca invasi Irak ke Kuwait, keuangan negara petro dollar itu mengalami goncangan dahsyat.

 

Di mana tidak? Negara kaya tersebut harus membayar semua biaya perang dan dana militer AS, yang konon telah memberikan "bantuan" kepada Kuwait. Publik dunia telah mengetahui, bahwa SA seolah telah menjadi saudara "kakak-beradik" dengan AS. Entah mana yang kakaknya, dan entah mana yang adiknya. Hanya keduanya yang tahu.

 

Sisi lain, tindakan penggeseran lintasan pesa'in membawa munculnya banyak pendapat keagamaan. Ada yang menyatakan tidak sah sa'i di lintasan yang baru. Ada yang berpendapat dlarurat. Ada yang mengatakan, ikuti saja kemauan Saudi. Dan, sampai hari ini ada yang masih belum berpendapat, karena menunggu perkembangan terakhir. Wa-llâhu a'lam.

 

Terlepas dari kesemuanya di atas. Alfaqir lebih melihat kepada kebijakan politik internasional SA. Seperti diketahui, pemerintah SA sangat dekat dengan pemerintahan AS. Sekarang ini dunia mengalami krisis bahan bakar, terutama minyak bumi. Kita tahu masyarakat AS sangat boros dalam mengonsumsi bahan bakar minyak; utamanya bensin. Hampir semua minyak bumi yang dihasilkan Saudi dijual ke AS. Sudah barangtentu dengan harga yang telah ditentukan AS. Anehnya SA telah menyetujui dan memaklumi harga yang tidak normal tersebut.

 

Karena harga minyak yang tidak stabil. Maka, Saudi tampaknya sudah tidak lagi mengandalkan minyaknya sebagai senjata politik negara kaya itu. Kelihatan sekali jika kebijakan negara itu sekarang melirik Haramain (dua tempat suci Makkah dan Madinah) sebagai "obyek wisata relijius" yang berskala internasional. Dan, terbukti selama ini, hasil dari "pelayanan" terhadap ibadah haji dan umrah. Benar-benar menjadikan perputaran real negara itu terus berkembang pesat.

 

Kebangkrutan SA itu dapat dilihat dari banyaknya pemuda Saudi yang sudah mulai mau bekerja. Dan, pelayanan publik terhadap warga negara itu sudah tidak seperti 10 tahun yang lalu. Bulan Juni-Juli Saudi mengalami krisis. Terbukti harga tepung naik dua kali lipat. Yang diikuti dengan harga kebutuhan pokok yang lain.

 

Sangat disayangkan jika kebijakan politik internasional, khususnya yang menyangkut hubungan SA-AS. Ternyata telah menjadikan Saudi bahan mainan kebijakan pemerintah AS. Sadar atau tidak inilah sebuah kesalahan fatal yang dilakukan oleh pemerintah Saudi; khususnya dinasti Ibnu Saud. Dan, yang tak kalah menariknya, kaum muslimin seluruh dunia ikut menanggung kebijakan yang tidak fair tersebut.

 

Padahal selama ini Saudi dan keluarga raja telah mengklaim diri dan pemerintahannya sebagai pelayan Haramain (khadamul haramain). Nyatanya tak lebih dari mencari keuntungan dari "wisata relijius" dari para saudaranya sesama muslim se-dunia. Diakui atau tidak Haramaian adalah milik umat Islam se-dunia.

 

Alfaqir yakin, apabila negara SA dan keluarga raja menjadi khadamul haramain ikhlas, lintasan pesa'in tidak perlu digeser. Cukup ruang masjid saja yang diperluas seluas-luasnya. Namun tempat-tempat yang telah ditetapkan oleh syara' tidak perlu mengalami perubahan.

 

Dan, pemugaran itu menjadi boleh-boleh saja. Asal tidak ada sangkut-pautnya dengan kebijakan luar negeri pemerintahan SA yang sangat menguntungkan AS. Sehingga merugikan kaum muslimin seluruh dunia. Anehnya Saudi dengan ideologi wahabisme-nya tidak pernah merasa, bahwa selama ini telah banyak menyakiti perasaan saudara muslim-nya di seluruh dunia. Lihat saja kebijakan-kebijakan negara wahabi tersebut; sangat diskriminatif dan tendensius sekali.

 

Yang mengkhawatirkan, apabila negara-negara Islam atau negara-negara yang berpenduduk mayoritas Islam. Yang selama ini perasaannya banyak dicederai oleh Saudi, melakukan tindakan yang tidak indah. Hal itu dapat menjadikan instabilitas keamanan di Makkah. Seperti pernah terjadi beberapa tahun yang lalu (tepatnya 1979 munculnya pemberontakan ratu adil). Hingga akhirnya, Saudi harus minta bantuan Perancis untuk menumpas para pengacau kemanan di Masjidil Haram. Apabila suatu saat terulang, maka tidak mengherankan, nantinya keluarga raja akan meminta bantuan "saudara tuanya"; yaitu Amerika Serikat. Seperti telah diketahui publik dunia, bahwa antara keluarga kerajaan Saudi telah menjalin hubungan "kekerabatan" dengan keluarga Bush.

 

Kontribusi Indonesia terhadap masalah tersebut, tidak banyak menjadikan kebijakan kerajaan SA menggagalkan niatnya untuk mengeser lintasan pesa'in itu. Dewasa ini para ulama Indonesia yang concern dengan masalah internasional kaum muslim sangatlah sedikit.

 

Itu sangat berbeda dengan para ulama jaman dahulu. Sebut saja KH.Wahab Hasbullah dan KH.Bisri Syamsuri yang harus menghadap raja, saat itu, ketika mendengar berita raudlah dan maqbarah (kuburan) Rasulullah saw di Masjid Nabawi hendak diratakan oleh pemerintahan Saudi. Sebab, dianggap telah menjadi ladang syirik, kesesatan, dan bid'ah dlalalah.

 

Hasilnya, raja mau mendengar saran dua kiai tersebut. Dan, sampai sekarang peninggalan sejarah itu dapat dijadikan Pembelajaran Sifat buat kaum muslimin se-dunia.

 

Ternyata betapa berbahayanya, apabila agama dipolitisasi untuk kepentingan melanggengkan kursi kekuasaan. Berhati-hati dengan siapa pun yang berupaya menjual agamanya. Cirinya mudah, agama dijadikan tameng, guna memperoleh ambisi pribadinya.  

 

By Mayara, Edisi 72 Tahun 2008

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan Anda memberi komentar dengan menggunakan gambar-gambar diatas, dengan cara copy paste saja karakter di sampingnya dan selanjutnya menuliskan komentar. Komentar boleh memuji, mencela atau kedua-duanya asal tidak SARA.

Jika ingin komentar anda tidak dipublikasi, silahkan klik disini

Masih kesulitan juga membuat komentar? silahkan klik disini