Rabu, 09 Juli 2008

KURSI BAMBU

Kursi Bambu
Oleh : Prie GS

Cuma untuk membedakan  mana yang penting dan mana yang mendesak, ternyata makin tidak mudah, termasuk dalam soal membeli barang. Karena jika Anda mulai memiliki uang, semua barang menjadi kelihatan penting dan  mendesak. Karena semakin maju ilmu pemasaran, para marketer itu juga makin pintar mementing-mentingkan dan mendesak-desakkan dagangan mereka. Akhirnya seluruh barang akan terlihat penting dan mendesak.

          Tengoklah almari Anda  yang penuh berjejalan itu. Apakah seluruh pakaian itu  selalu  Anda kenakan? Ternyata tidak. Barang yang tersimpan di dalamnya begitu lama, adalah barang yang kadang amat jarang dimanfaatkan. Inilah ternyata keadaan almari kita itu: ia terlalu  sering diisi tetapi amat jarang dikeluarkan. Sampah di mana-mana di rumah kita, tetapi kita sering menganggapnya sebagai barang yang berguna. Ini  kalau kita setuju pada definisi sampah berikut ini, yakni: sampah adalah barang yang kita miliki tetapi sama sekali tidak pernah ada gunanya. Jadi membedakan mana yang penting dan mendesak adalah panduan yang begitu tua umurnya, tetapi tidak mudah mendapat kepatuhan begitu saja.

          Seperti juga ketika suatu kali aku harus membeli sebuah kursi bambu. Ini jelas bukan barang penting apalagi mendesak. Apalagi di teras rumahku telah penuh kursi. Begitu penuhnya sehingga seluruh teras itu isinya malah cuma kursi melulu. Semua ini gara-gara aku terlalu lama tidak punya kursi, sehingga siapa saja tetangga yang hendak  membuang kursi lamanya, langsung teringat keadaanku. Akibatnya di teras rumah itu, kini penuh kursi pemberian. Jadi kesulitanku sekarang bukan lagi bagaimana menambah tetapi sudah berganti bagaimana mengurangi.

          Dari perhitungan ini, membeli sebuah kursi lagi, bukan cuma tindakan yang tidak penting dan  tidak mendesak, tetapi juga sebuah kekonyolan. Tetapi hidup memang berisi tidak cuma soal yang penting  dan yang mendesak, tetapi juga berisi rasa iba  dan tak enak hati. Melihat seorang tua, dengan empat kursi bambu panjang di pikulan adalah pemandangan yang tak mengenakkan. Beban itu pasti berat sekali. Dan cuma empat kursi  itu  saja yang sanggup dipikul pedagang tua ini. Maka kalau jumlah kursinya masih empat senantiasa, pasti belum ada satupun dagangan itu yang laku.

          Melihat beban orang tua ini, aku segera teringat uang Rp 6 milyar yang cuma dibungkus tas plastik untuk bonus seorang oknum jaksa. Teringat pula aku pada tumpukan uang ratusn ribu, pecahan uang terbesar di negaraku, yang cuma ditumpuk di  dalam  ember kamar mandi seorang koruptor, ketika KPK menggeledah rumahnya. Ada uang berlimpah-limpah di  sebelah sana, tetapi ada kerumitan hidup tak terperi di sebelah sini. Maka kursi bambu ini, kubeli tak lebih karena perasaan tak enak hati melihat pendulum sosial yang berat sebelah ini.

          Tetapi inlah risikonya, setelah kursi ini terbeli, aku segera bingung sendiri. Di mana gerangan ia harus diletakkan? Tetapi aku kaget  sendiri keitka kursi sepanjang ini  ternyata ringan sekali. Karena bobotnya itu, aku jadi tergerak untuk membawanya ke lantai atas, lantai kosong tanpa atap yang selama ini sulit diisi perabotan karena tangga menujunya sempit sekali. Tetapi dengan kursi  seringan ini, meskipun panjang, dengan  sedikit manuver, ia pasti akan sampai  ke atas sana. Dan benar akhirnya sampai juga barang ini di sana. Sejak itu  lantai atas tempat aku terbiasa menggelar tikar, tiduran sambil membaca itu, telah punya kursi panjangnya.

          Di kursi itulah aku memiliki gaya rebahan yang baru. Membaca sambil rebahan, merasakan  semilir angin, mengantar matahari terbenam jika sore melihat bintang-bintang jika malam. Tiduran di kursi bambu ini membuat aku sering tertidur  tanpa terasa. Tidur dengan kualitas yang amat jarang aku rasakan sebelumnya. Dan  setiap  kelelahan, aku cukup naik ke lantai tanpa atap ini untuk rebah d kursi ini dan tidur dengan cepatnya untuk bangun dengan gembira. Setiap bangun aku memandang kursi bambu jelek itu. Pikiranku ialah:  kursi ini kubeli dengan niat baik. Pantas saja jika ia ganti membawa kebaikan untukku!

Posting by Cah Gundul

 


**********************************************************************************************
Siegwerk Druckfarben AG,:Sitz der Gesellschaft: Siegburg; Amtsgericht Siegburg; HRB6597

Vorstand: Herbert Forker (Vors.), Ralf Hildenbrand, Dr. Ansgar Nonn, Hugo Noordhoek Hegt, Dr. Oliver Wittmann
Aufsichtsratsvorsitzender: Alfred Keller
**********************************************************************************************
This e-mail is confidential. If you are not the intended recipient, you must not disclose or use the information contained in it. If you have received this mail in error, please tell us
immediately by return e-mail, and delete the document.

Diese E-Mail ist vertraulich. Wenn Sie nicht der beabsichtigte Empfaenger sind, duerfen Sie die Informationen nicht offen legen oder benutzen. Wenn Sie diese E-Mail durch
einen Fehler bekommen haben, teilen Sie uns dies bitte umgehend mit, indem Sie diese E-Mail an den Absender zuruecksenden. Bitte loeschen Sie danach diese E-Mail.

**********************************************************************************************

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan Anda memberi komentar dengan menggunakan gambar-gambar diatas, dengan cara copy paste saja karakter di sampingnya dan selanjutnya menuliskan komentar. Komentar boleh memuji, mencela atau kedua-duanya asal tidak SARA.

Jika ingin komentar anda tidak dipublikasi, silahkan klik disini

Masih kesulitan juga membuat komentar? silahkan klik disini